Wednesday, 18 April 2018

Keutamaan Dan Manfaat Shalat Dhuha

Banyak yang belum memahami keutamaan shalat yang satu ini. Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang kembali taat.
Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:

Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no.  720).
Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ
Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki 360 persendian” (HR. Muslim no. 1007).
Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha sebagaimana disebutkan pula dalam hadits dari Buraidah, beliau mengatakan bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبِى بُرَيْدَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « فِى الإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلاَثُمِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً ». قَالُوا فَمَنِ الَّذِى يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا أَوِ الشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ
Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan. Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirohi)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,  “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at” (Syarh Muslim, 5: 234).
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,  “Hadits Abu Dzar dan hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul Author, 3: 77).

Kedua: Akan dicukupi urusan di akhir siang
Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi no. 1451 . Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau maknanya bisa lebih luas dari itu.” (‘Aunul Ma’bud, 4: 118)
At Thibiy berkata, “Yaitu  engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan dan urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah engkau shalat hingga akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu dengan beribadah pada Allah di awal siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan mudahkan urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul Ahwadzi, 2: 478).

Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Al Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi (3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud ‘kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at’ yaitu setelah matahari terbit. Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah matahari meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat ini disebut pula shalat Isyroq. Shalat tersebut adalah waktu shalat di awal waktu.”

Keempat: Termasuk shalat awwabin (orang yang kembali taat)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب، وهي صلاة الأوابين
Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa maknanya adalah orang yang kembali taat” (Syarh Shahih Muslim, 6: 30).
Semoga Allah memberikan kita hidayah dan taufik untuk merutinkan shalat yang mulia ini. Wallahu waliyyut taufiq.


Manfaat Sholat Dhuha Untuk Kesehatan

sholat dhuhaYang pertama adalah manfaat untuk kesehatan, sholat dhuha sendiri memang tidak hanya bermanfaat untuk rohani saja melainkan juga untuk kesehatan. Mengapa bisa demikian? Hal tersebut karena di dalam sholat dhuha terdapat beberapa gerakan yang harus dilakukan, oleh karena itu sholat dhuha juga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu kegiatan dalam berolahraga.
1. Olahraga Tanpa di Sadari
Penjelasannya sendiri adalah sholat dhuha dilakukan pada saat masih pagi hari yaitu  sekitar pukul 08.00 sampai dengan menjelang dhuhur, dan jam – jam tersebut merupakan waktu yang sangat baik untuk berolahraga, oleh karena itu melakukan sholat dhuha sama saja dengan berolahraga karena nantinya bisa dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tulang serta otot karena setiap persendian bergerak, mulai dari tangan, siku sampai dengan lutut dan kaki. Manfaat gerakan sholat memang dapat memberikan efek olahraga tanpa di sadari.
2. Melancarkan peredaran darah
Selain itu juga sholat dhuha membantu untuk melancarkan peredaran darah yang ada di dalam tubuh manusia karena semua pergerakan dalam sholat dhuha sangat lengkap. Mulai dari mengangkat kedua tangan, membungkuk saat gerakan rukuk, kemudian juga gerakan sujud yang mana kepala berada lebih rendah dibandingkan badan dan darah tersebut juga mengalir ke kepala kemudian pada saat duduk aliran darah dinormalkan kembali.
3. Menormalkan Produksi Hormon
Selain itu juga sangat bermanfaat untuk menormalkan produksi hormon yang ada di dalam tubuh. Jadi sholat dhuha memang sangat bermanfaat dan efektif untuk menjaga kesehatan tubuh, baik untuk bagian tubuh, organ tubuh sampai dengan beberapa cairan dan juga hormone dalam tubuh.

Manfaat sholat dhuha untuk rohani

4. Membuat jiwa lebih tenang
Selain bermanfaat untuk menjaga kesehatan karena beberapa gerakan yang sangat mempengaruhi kondisi tubuh, sholat dhuha juga sangat bermanfaat untuk menjaga rohani, yang mana nantinya jiwa akan menjadi lebih tenang, terlebih lagi jika rezeki memang sudah dibukakan dan dipermudah di dalam mendapatkan rezeki.
5. Menghilangkan Stress
Selain itu sholat dhuha maupun sholat yang lainnya akan membantu umat muslim untuk bisa mendapatkan ketenangan batin sehingga terhindar dari stress. Stress sendiri merupakan salah satu hal yang sangat mengganggu dan bisa menimbulkan resiko terkena berbagai macam penyakit. Mulai dari mengambil air wudhu sebenarnya sudah bisa membuat batin dan pikiran menjadi tenang namun jika ditambah dengan sholat dhuha tentu saja akan jauh lebih tenang. Jadi menurut sebagian besar orang, melakukan sholat dhuha sendiri memang akan mendapatkan ketenangan dan juga rezekinya lancar sehingga beberapa umat muslim melakukan / menjalankan sholat dhuha setiap hari.

Manfaat Sholat Dhuha Untuk Kecantikan

Kecantikan merupakan salah satu hal yang sangat diimpikan oleh semua wanita, oleh karena itu selain dengan melakukan perawatan, umat muslim bisa juga merawat kecantikan dengan melakukan sholat baik sholat wajib / sholat 5 waktu maupun sunah, salah satunya sholat dhuha.
6. Kebersihan Muka
Selain beberapa manfaat di atas, sholat dhuha juga sangat bermanfaat untuk kecantikan yang mana pada saat berwudhu wajah akan dibasuh dengan air bersih sehingga kulit juga akan selalu terjaga kebersihannya. Kemudian juga pada saat berwudhu dan saat membasuh wajah dengan tepat tentu saja kulit akan kencang sehingga tidak mudah kendur dan memberikan manfaat agar awet muda.
7. Wajah Berseri
Selain itu juga dengan menjalankan sholat dhuha serta sholat 5 waktu tentu saja kecantikan akan terpancar secara alami dengan sendirinya sehingga setelah berwudhu serta menjalankan sholat biasanya wajah seseorang akan terlihat lebih berseri. Dan hal terseut juga sudah banyak yang membuktikannya.

Manfaat Sholat Dhuha Untuk Kesuksesan

Selain berusaha, berdoa juga merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kesuksesan bagi setiap orang, untuk umat muslim sendiri cara berdoa adalah dengan menjalankan ibadah sholat, termasuk sholat dhuha.
8. Membuka Pintau Rezeki
Pada dasarnya sholat dhuha memang sangat bermanfaat untuk membukakan pintu rezeki, tak hanya itu tetapi juga akan membantu dalam mendapatkan kesuksesan. Namun kesuksesan juga tidak bisa didapatkan hanya dengan berdoa tanpa ada usaha, oleh karena itu agar lebih seimbang dan juga menjadi berkah, semuanya harus dilakukan yaitu dengan berusaha dan ditunjang dengan berdoa, salah satunya dengan menjalankan sholat dhuha tersebut. Jadi itulah beberapa yang perlu diketahui oleh semua umat muslim mengenai manfaat sholat dhuha.

Tata Cara Sholat Dhuha

Sholat dhuha sendiri merupakan kegiatan sholat sunah yang dilakukan dengan tujuan untuk membukakan pintu rezeki bagi umat islam dan hal tersebut memang sudah tertulis di dalam hadist Rasulullah. Namun sebelum kita membahas mengenai apa saja manfaat sholat dhuhabagi umat muslim, kita akan membahas mengenai bagaimana tata cara sholat sunah dhuha terlebih dahulu sehingga nantinya di dalam menjalankan sholat akan lebih maksimal. Dan berikut ini adalah tata cara dari sholat dhuha yang bisa diperhatikan:
  1. Yang pertama adalah membaca niat di dalam hati sembari takbiratul ihram, bisa mengucapkan niat menggunakan bahasa Arab maupun bahasa sendiri yang terpenting adalah memang niat untuk melakukan sholat dhuha.
  2. Kemudian untuk langkah berikutnya adalah membaca doa iftitah dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah. Kemudian jika sudah selesai dalam membaca surat Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat pendek yang dibisa. Namun akan lebih afdol jika membaca surat Asysyams pada rakaat yang pertama dan pada rakaat yang kedua membaca surat Al Lail. Namun jika memang belum hafal, maka bisa membaca surat pendek yang lainnya.
  3. Setelah itu melakukan gerakan ruku’ dan juga membaca bacaan tasbih sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan gerakan I’tidal serta membacakan bacaannya.
  4. Kemudian lakukan gerakan sujud serta membaca tasbih sebanyak tiga kali dan diikuti dengan gerakan duduk di antara dua sujud serta membacakan bacaannya. Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan sujud kembali sembari membaca bacaan saat sujud.
  5. Setelah semua gerakan tersebut selesai, berarti rakaat pertama sudah selesai, dan pada rakaat kedua, tata caranya sama dengan rakaat pertama. Kemudian setelah rakaat kedua selesai, pada saat tasyahhud akhir selesai, maka ucapkan salam sebanyak dua kali. Dan jika memang di dalam melakukan kegiatan sholat dhuha memilih lebih dari dua rakaat, maka tata caranya juga tetap sama dan di dalam melakukannya juga jika sudah dua rakaat selesai maka salam begitu seterusnya.

Manfaat sholat dhuha memang sangat banyak bagi kesehatan, tidak sampai di situ tentu Allah akan membukakan pintu rezeki bagi kita yang menjalankannya.

Kewajiban Menutup Aurat Dalam Al-qur'an Dan Hadist

















Artikel ini bagi semua wanita yang mengaku beragama Islam tanpa terkecuali dan referensi bagi para 
Ayah untuk Anaknya, para Suami untuk Istrinya, para lelaki yang mempunyai adik atau kakak perempuannya.


Mau jadi “Bidadari Surga” ? Hmm... syaratya mudah aja kok, ikuti petunjuk dari artikel ini. Selamat membaca..


Akhir-akhir ini banyak sekali kita jumpai kaum Muslimah, baik remaja maupun dewasa mengenakan pakaian Muslimah dengan berbagai warna, corak dan model. Jika kita cermati, tidak semua kaum Muslim memiliki pandangan yang jelas tentang pakaian Muslimah. Faktanya, banyak wanita yang mengenakan kerudung hanya menutupi rambut saja, sedangkan leher dan sebagian lengan masih tampak. Ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, misalnya, sehingga lekuk tubuhnya tampak. Yang lebih menyedihkan adalah ada sebagian kalangan yang masih ragu terhadap pensyariatan Islam tentang pakaian Muslimah ini.



Di samping itu, masih banyak juga di yang memahami secara rancu kerudung dan jilbab. Tidak sedikit yang menganggap bahwa jilbab adalah kerudung dan sebaliknya. Padahal, jilbab dan kerudung adalah dua perkara yang berbeda.

Menutup Aurat

Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. telah mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat an-Nur ayat 31:


وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).

Frasa mâ zhahara minhâ (yang biasa tampak padanya) mengandung pengertian wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya: Pertama, hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyatakan (yang artinya):

Suatu ketika datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah ‘Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi tiba-tiba Rasulullah saw. masuk seraya membuang mukanya. Aku pun berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku dan masih perawan tanggung.” Beliau kemudian bersabda, “Apabila seorang wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali wajahnya dan ini.” Ia berkata demikian sambil menggenggam pergelangan tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya). (HR Ath-Thabari).

Kedua, juga hadis penuturan ‘Aisyah r.a. yang menyakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

«قَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ»

Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya). (HR Abu Dawud).

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa yang biasa tampak adalah muka dan kedua telapak tangan, sebagaimana dijelaskan pula oleh para ulama, bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan (Lihat: Tafsîr ash-Shabuni, Tafsîr Ibn Katsîr). Ath-Thabari menyatakan, “Pendapat yang paling kuat dalam masalah itu adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak adalah muka dan telapak tangan.” (Tafsîr ath-Thabari).

Jelaslah bahwa seorang Muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Artinya, selain wajah dan telapak tangan tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram-nya.

Pakaian Wanita dalam Kehidupan Umum



Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan yang sama rincinya tentang pakaian wanita dalam kehidupan umum, yaitu jilbâb (jilbab, abaya) dan khimâr (kerudung).

Dalam kesehariannya, wanita tidak menutup kemungkinan untuk keluar rumah untuk memenuhi hajatnya; ke pasar, ke mesjid, ke rumah keluarga dan kerabatnya, dan lain-lain. Kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan khim‰r (kerudung) dan jilbab.

Allah Swt. berfirman:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimâr) ke dada-dada mereka. (QS an-Nur [24]: 31).

Dari ayat ini tampaka jelas, bahwa wanita Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher, dan juyûb (bukaan baju) mereka. Sementara itu, mengenai jilbab, Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain:


يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS al-Ahzab [33]: 59).

Kata jalâbîb yang terdapat dalam ayat tersebut adalah jamak dari jilbâb. Secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa dengan mantel (Lihat: Kamus al-Muhith). Menurut beberapa pendapat ulama tafsir, pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita. (Tafsîr Ibn ‘Abbas, hlm, 137).
2. Baju panjang (mulâ’ah) yang meliputi seluruh tubuh wanita. (Imam an-Nawawi, dalam Tafsîr Jalalyn, hlm. 307).
3. Baju luas yang menutupi seluruh kecantikan dan perhiasan wanita. (Ali ash-Shabuni, Shafwah at-Tafâsîr, jld. 2, hlm. 494)
4. Pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain kerudung. (Tafsîr Ibn Katsîr). Intinya, Allah memerintahkan kepada Nabi agar menyeru istri-istrinya, anak-anak wanitanya, dan wanita-wanita Mukmin secara umum—jika mereka keluar rumah untuk memenuhi hajatnya—untuk menutupi seluruh badannya, kepalanya, dan juga juyûb mereka, yaitu untuk menutupi dada-dada mereka.
5. Pakaian yang lebih besar dari khimâr (kerudung). Ibn ‘Abbas dan Ibn Mas‘ud meriwayatkan, bahwa jilbab adalah ar-rada’u, yaitu terowongan (pakaian yang lurus tanpa potongan yang menutupi seluruh badan). (Tafsîr al-Qurthubi).


Lalu bagaimana keadaan wanita-wanita pada masa Rasulullah saw. ketika mereka keluar rumah? Hal ini akan tampak dari sebuah hadis berikut:

«قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاَةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لاَ يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا»

Kami, para wanita, diperintahkan oleh Rasulullah untuk keluar pada saat Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis, wanita yang sedang haid, maupun gadis-gadis pingitan. Wanita yang sedang haid diperintahkan meninggalkan shalat serta menyaksikan kebaikan dan dakwah (syiar) kaum Muslim. Aku bertanya, “ Ya Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah saw. bersabda: Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (HR Muslim).

Hadis di atas mengandung pengertian, bahwa ada salah seorang shahabiyah yang tidak memiliki pakaian (jilbab) untuk digunakan ke luar rumah; ia hanya memiliki pakaian rumah. Rasulullah saw. sendiri telah memerintahkan kepada semua wanita, bahkan wanita yang haid dan yang berada dalam pingitan sekalipun, untuk keluar shalat Id dan menyaksikan syiar/dakwah Islam. Lalu kemudian wanita tersebut mengadukan kondisi dirinya. Rasulullah saw. kemudian memerintahkan kepada wanita-wanita yang lain untuk meminjamkan pakaian luarnya kepada wanita tersebut agar wanita tersebut bisa keluar rumah untuk memenuhi seruan beliau.

Ayat al-Quran berikut lebih menguatkan hadits di atas:

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ

Perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada keinginan untuk menikah lagi, tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka (pakaian luar) dengan tidak menampakkan perhiasan. (QS an-Nur [24]: 60).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita-wanita yang sudah mengalami menopouse boleh untuk menanggalkan jilbab (pakaian luar)-nya. Akan tetapi, mereka tetap wajib untuk menutup auratnya.

Dari beberapa nash dan keterangan yang disebutkan di atas, jelaslah bahwa jilbab adalah pakaian luar (menyerupai mantel) yang luas dan tidak terputus (seperti terowongan) yang menutupi pakaian rumah/pakaian sehari-harinya (al-mihnah) dan seluruh bagian tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dengan demikian, jilbab dan kerudung merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya merupakan perkara yang diwajibkan oleh Allah Swt. untuk dikenakan seorang Muslimah ketika hendak keluar rumah. Mudah-mudahan Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah Allah tetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukum-Nya. [Ayu Kartika Dewi]


Sumber Rujukan:

1. Taqiyyuddin an-Nabhani, an-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm, Darul Ummah. 2. Tafsîr Ibn ‘Abbas. 3. Tafsîr Ibn Katsîr. 4. Tafsîr Jalâlayn. 5. ‘Ali ash-Shabuni, Ash-Shafwat at-Tafâsîr, 6. Sayyid Quthb, Fî Zhilâl al-Qur’ân.




INDAHNYA MENUTUP AURAT
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوْ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي اْلإِرْبَةِ مِنْ الرِّجَالِ أَوْ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. النور:31
Katakanlah (olehmu Muhammad), kepada wanita-wanita mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak dari suaminya, puteranya, putera dari suaminya, saudaranya, putera dari saudara laki-lakinya, putera dari sadara perempuannya, perempuan muslim (lainnya), hamba sahaya yang mereka miliki, pelayanan yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan, dan janganlah mereka memukulkan kakinya (ke bumi) agar diketahui perhiasan yang tersembunyi (pada kakinya itu), bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar mendapat keberuntungan. An-Nur:31
Tafsir Mufradat
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ “dan hendaklah memelihara kemaluannya”. Al-Qurtubi mengatakan, yang dimaksud ayat ini mencakup perintah menutup aurat dan memeliharanya dari perbuatan zina sebagaimana dalam hadis diterangkan, bahwa Rasulullah saw. bersabda kepada kakek Bahz yang bernama Muawiyah bin Haidah:
ِاحْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ
”Peliharalah auratmu melainkan kepada isterimu atau hamba sahaya yang kamu miliki! H.r. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
Dan dalam Alquran diterangkan:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ * إِلاَّ عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. المؤمنون:5-6
(orang-orang yang beriman itu adalah) mereka yang memelihara kemaluannya. Kecuali kepada isteri-isterinya atau hamba sahaya yang mereka miliki. Al-Mu’minun:5-6
زِينَتَهُنَّ adalah perhiasan, seperi, anting, kalung, gelang dan lain-lain. Atau bisa juga yang dimaksud oleh ayat adalah, anggota-anggota tubuh yang biasa ditempeli perhiasan yang anggota tubuh tersebut haram dilihat oleh orang yang bukan mahramnya.
مَا ظَهَرَ مِنْهَا إِلاَّ (kecuali yang biasa nampak daripadanya). Lafad ayat ini mubham, artinya perlu penjelasan dan batasan yang jelas, sebab dalam Alquran tidak diterangkan secara sarih (jelas) apa yang dimaksud ma zahara minha. Namun, ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud ayat itu adalah baju, cincin jari atau perhiasan lainnya yang tidak dapat disembunyikan. Ada juga yang berpendapat, maksudnya adalah wajah dan telapak tangan. Pembahasan ini –Insya Allah- akan dijelaskan dalam sub judul Ahkamusy Syar’i.
بِخُمُرِهِنَّ : Lafad ini bentuk jamak dari خمار yang berarti tutup kepala. Ibnul Manzhur berkata dalam kitabnya Lisanul Arab,”Khimar itu sesuatu yang biasa digunakan tutup kepala oleh perempuan”.
جُيُوبِهِنَّ : Lafad ini jamak dari جيب yang biasa diterjemah dengan dada., padahal arti pokok adalah sebuah lubang di bagian atas jilbab atau baju, yang dengan adanya lubang tersebut terlihatlah sebagian dada perempuan. (Tafisur Munir juz XVIII:211 dan Tafsir Ash-Shabuni II: 144-145)
Sababun Nuzul Ayat
Abdullah bin Jabir menceriterakan, bahwasanya Asma binti Mirtsad memiliki sebuah kebun kurma. Lalu ada beberapa perempuan memasuki kebun tersebut tanpa memakai izar (pakaian sejenis sarung) sehingga nampak gengge, dada dan jambul mereka. Maka Asma berkata kepada mereka,” ما أقبح هذا (Betapa jeleknya perbuatan kalian ini)”. Kemudian turunlah ayat di atas. H.r. Ibnu Abu Hatim
Makna Global Ayat
Pada ayat sebelumnya, yakni Alquran surat An-Nur:30, Allah swt. memerintahkan kepada laki-laki mukmin agar menundukkan sebagian pandangan serta memelihara kemaluan dan auratnya. Demikian juga dalam ayat ini, Allah swt. memerintahkan kepada perempuan-perempuan mukminat hal yang sama. Namun, dalam ayat ini ada tambahan yaitu, mereka tidak boleh menampakkan perhiasaannya kecuali kepada mahramnya, karena hal itu lebih utama dan lebih terpelihara baginya, kecuali perhiasan yang biasa nampak, seperti baju, cincin, celak, atau yang lainnya, itupun tanpa ada maksud memperlihatkannya, memakainya dengan sombong atau niat yang jelek. Sebab dalam hadis diterangkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللهُ بِهِ اْلأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. رواه أحمد ومسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkata,”Rasululah saw. bersabda,”Ada seseorang berjalan (berlagak) dengan sombong pada pakaian yang dikenainya. Sungguhnya hatinya merasa kagum dengan perbuatannya. Lalu Allah menenggelamkan orang tersebut ke bumi. Maka ia akan terus-menerus berada di dalamnya hinga hari kiamat”. H.r. Ahmad dan Muslim
Sungguh kita telah ketahui, bahwa orang-orang jahiliyah memutuskan dan bertindak segala sesuatu tanpa memakai hukum Allah, demikian juga dalam hal berpakaian. Perempuan-perempuan pada jaman jahiliyah berpakaian sekehendak hati mereka sendiri, yang penting suka atau orang lain suka melihatnya. Ternyata hal itu pun masih dilakukan oleh mayoritas perempuan muslim jaman sekarang. Mereka berpakaian asal senang, bagus atau indah, tetapi tidak memperhatikan batas auratnya yang ditetapkan Allah, malah tidak sedikit yang merasa bangga memperlihatkan bahkan mempertontonkan aurat kepada yang bukan mahramnya. Ada juga yang memakai tutup kepala, tapi hanya disimpam di atas pundaknya atau di tarik sedikit ke atas hingga terlihat rambut bagian depan dan lehernya.
Setiap muslim wajib mengetahui, bahwa Allah swt. telah memerintahkan umat-Nya untuk menutup aurat. Setelah mengetahui, maka ia wajib melaksanakan perintah tersebut. Bila dilanggar, maka akan ada sangsi dari Allah. Dalam hadis diterangkan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَزَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ رَبِّهَا. وفي لفظ "خَرَّقَ اللهُ عَنْهَا سِتْرًا. رواه أحمد
Dari Aisyah, ia berkata, ”Aku mendengar Rasululah saw. bersabda, ’Perempuan mana saja yang membuka baju bukan di rumah suaminya (memperlihatkan kepada yang bukan mahramnya), maka ia telah membuka aib antara dia dan Tuhannya”. Dan dalam lafad lain “Pasti Allah akan membukakan aibnya” . H.r. Ahmad 
Perintah menutup aurat ini, tidak lain untuk menjaga keutamaan, kehormatan, dan menjaga dirinya dari kejahatan yang timbul akibat dari memperlihatkan aurat tersebut. Selain itu, orang senantiasa menutup auratnya karena mengharapkan rida dan maghfirah-Nya akan mendapat derajat yang sangat mulia di hadapan Allah swt.
Arti Aurat
Kata aurat mempunyai dua arti yaitu, pertama; berarti bagian tubuh manusia yang malu bila dilihat orang lain. Kedua; berarti kelemahan, tidak ada kemampuan bertahan atau membela diri bila di serang. Misalnya dalam Alquran surat Al-Ahzab ayat 13 diterangkanإن بيوتناعورة “Sesungguhnya rumah kami beraurat”, artinya tidak sanggup menahan bahaya maling sebab pintu dan dindingnya gampang dibongkar orang. (Ar-Raghib Al-Asfahani 365)
Oleh karena itu, dengan dua arti tersebut K.H.E. Abdurahman mengatakan, ”Aurat itu memberi isyarat akan adanya sesuatu yang berharga, menarik dan mengundang nafsu orang untuk mengganggunya. Oleh karena itu, bila pertahanan yang melindunginya tidak kuat (penutup aurat), tentulah simpanan yang berharga itu mudah dicuri atau dirampas orang”. (Risalah kecil, tahun 1969)
Hukum Menutup Aurat dan Memperlihatkannya
Dalam AlQuran surat An-Nur:31 di atas diterangkan dengan tegas dan jelas, bahwa menutup aurat itu wajib hukumnya dan haram memperlihatkannya. Demikian juga dalam hadis Nabi saw. Beliau bersabda kepada kakek Bahz bin Hakim:
احفظ عورتك إلا من زوجتك أو ما ملكت يمينك. قلت : فإذا كان القوم بعضهم في بعض؟ قال : إن استطعت أن لا يراها أحد فلا يرينها. قلت : فإذا كان أحدنا خاليا؟ قال : فالله أحق أن يستحيى منه. رواه الخمسة إلا النسائي
“Jagalah auratmu kecuali kepada istrimu dan hambamu” Aku berkata, (bagaimana) kalau kaum itu, sebagiannya bercampur dengan sebagian yanmg lain? Nabi menjawab, ’Kalau engkau mampu seorangpun tidak melihatnya, maka janganlah kamu sekali-kali memperlihatkannya’. Aku bertanya, ’Bagaimana kalau salah seorang dari kami sendirian? Nabi menjawab, ’Maka Allah lebih berhak (kamu) malu kepada-Nya.” HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasai
عن ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِيَّاكُمْ وَالتَّعَرِّيَ فَإِنَّ مَعَكُمْ مَنْ لاَ يُفَارِقُكُمْ إِلاَّ عِنْدَ الْغَائِطِ وَحِينَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى أَهْلِهِ فَاسْتَحْيُوهُمْ وَأَكْرِمُوهُمْ. رواه الترمذي
Dari Ibnu umar, ia berkata, ”Bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda, ’Janganlah kamu membuka auratmu, karena sesungguhnya bersamamu ada orang-orang yang tidak dapat berpisah denganmu, melainkan ketika buang hajat dan ketika seseorang mendatangi isterinya, malulah dan hormatilah mereka.” H.r. At-Tirmidzi
Batas Aurat Wanita
Kaum wanita memiliki daya tarik yang sangat kuat. Setiap jengkal dari anggota tubuhnya, mulai dari rambut hingga ujung kakinya, memiliki daya tarik bagi kaum pria. Itulah sebabnya kaum wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan, seperti diterangkan :
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَمِنْهَا, وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُورِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
…Dan janganlah mereka (kaum mukminat) menampakkan perhiasaanya melainkan yang biasa nampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupi dada-dada mereka…An;Nur : 31
Yang dimaksud “ma zhahara minha” dalam hadis diterangkan:
عن أم سلمة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يرى منها إلا هذا وهذا, وأشار إلى وجهه وكفيه. رواه أبو داود
Dari Ummu Salamah, ia berkata, ”Rasulullah saw. bersabda, ’Sesungguhnya perempuan itu apabila telah mengalami haid tidak boleh terlihat daripadanya melainkan ini dan ini, beliau berisyasat kepada wajah dan kedua telapak tangannya.” H.r. Abu daud
Selain itu, ada keterangan lain yang menguatkan bahwa hanya telapak tangan dan wajahlah yang bukan aurat.
عَنْ مُحَمَّدٍ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَلاَ تُصَلِّيَنَّ جَارِيَةٌ مِنْهُنَّ وَقَدْ حَاضَتْ إِلاَّ وَعَلَيْهَا خِمَارٌ. رواه أحمد
Dari Muhammad, ia berkata, ’Bahwa Aiysah berkata, ”Maka janganlah hamba sahaya perempuan di antara kamu melakukan salat padahal sudah mengalami haid kecuali memakai khimar (tutup kepala).” H.r. Ahmad
اَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ سَأَلَتِ النَّبِيَّ : أَتُصلِّى المَرْأَةُ فِي دِرْعٍ وَخِمَارٍ وَلَيْسَ عَلَيْهَا إِزَارٌ؟ قَالَ : إِذَا كَانَ الدِّرْعُ سَابِغًا يُغَطِّى ظَهْرَ قَدَمَيْهَا. رواه أبو داود
“Sesungguhnya Ummu Salamah bertanya kepada Nabi “Bolehkah seorang wanita shalat dengan mengenakan baju kurung dan khimar (kain penutup kepala) dan tidak memakai izar (kain sejenis sarung)? Nabi menjawab, ‘(Boleh) bila keadaaan baju kurung itu menutupi kedua kakinya.” H.r. Abu Daud
Menutup aurat bagi wanita, bukan hanya sekedar memakai baju atau pakaian saja, melainkan harus diperhatikan layak dan tidaknya pakaian tersebut, seperti memakai pakaian yang tipis hingga terlihat bentuk tubuh atau pakaian yang ketat hingga membentuk lekuk tubuh. Sebab cara berpakaian seperti itu dilarang oleh islam, siapapun yang melanggarnya akan mendapatkan sangsi. Sehubungan dengan masalah tersebut, Rasulullah saw bersabda :
يَارُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُنْيَا عَارِيَةٌ فِي الاَخِرَةِ. رواه اليخاري
‘Perhatikanlah! Tidak sedikit yang berpakaian di dunia, (tetapi mereka) telanjang di akhiratnya”. HR. Al-Bukhari
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam syarah Al-Bukhari, yakni Fatul Bari menerangkan: Yang dimaksud hadis tersebut ada dua pengertian, pertama ialah:
كَا سِيَةٌ فِي الدُنْيَا بِالثِيَابِ لِوُجُوْدِ الْغِنَى عَارِيَةٌ فِي اْلاَخِرَةِ مِنَ الثَوَابِ لِعَدَمِ اْلعَمَلِ فِي الدُّنْيَا
“Berpakaian di dunia dengan pakaian (yang lengkap) disebabkan adanya kemampuan, tetapi telanjang di akhirat dari ganjaran (tidak mendapat kebaikan) disebabkan tidak ada amal sholeh di dunianya”.
Sedangkan pengertian yang kedua ialah
كَا سِيَةٌ بِالثِّيَابِ لَكِنَّهَا شَفَفَةُ لاَ تَسْتُرُ عَوْرَتَهَا فَتَعَاقَبَ فِي الاَخِرَةِ بِالْعُرَى جَزَاءً ذَلَكَ
“Berpakaian dengan macam-macam baju tetapi pakaiannya membayang (sehingga) tidak menutup auratnya, maka dia disiksa di akhirat dengan telanjang (kehinaan) sebagai balasannya.”
Maksud tersebut diperkuat dengan hadis Rasulullah yang melarang seorang perempuan memakai pakaian yang tipis hingga terlihat lekuk tubuhnya.
أَنَّ اَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم عليها ثِيَا بٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللهِ
“Bahwasanya Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah saw. dengan memakai pakaian yang tipis. Lalu Rasulullah berpaling daripadanya……” HR. Abu Daud
Perempuan Memakai Wewangian
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ: لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ. رواه أحمد وأبو داود
Dari Abu Hurairah, Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,”Janganlah kamu menghalangi isteri-isterimu (pergi) ke mesjid-mesjid Allah, akan tetapi hendaklah mereka keluar itu dengan tidak memakai wewangian”. H.r. Ahmad dan Abu Daud 
عَنْ زَيْنَبَ امْرَأَةِ عَبْدِ اللهِ قَالَتْ: قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلاَ تَمَسَّ طِيبًا. رواه مسلم
Dari Zaenab isteri Abdullah, ia berkata,”Rasulullah saw. pernah bersabda kepada kami,’Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke mesjid, maka janganlah memakai wewangian”. H.r. Muslim
Wanita di hadapan Banci
Imam Al-Bukhari, muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Aisah dan Ummu Salamah, keduanya mengatakan:
أن مُخَنَّثًا كَانَ يَدْخُلُ عَلَى أَهْلِ رَسُولِ اللهِ ص وكَانُوا يَعُدُّونَهُ مِنْ غَيْرِ أُولِي اْلإِرْبَةِ. فَدَخَلَ النَّبِيُّ ص عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ وَعِنْدَهَا هذَا الْمُخَنَّثُ وَعِنْدَهَا أَخُوهَا (عَبْدُ اللهِ بْنُ أُمَيَّةَ) فَالْمُخَنَّثُ يَقُولُ: يَا عَبْدَ اللهِ! إِنْ فَتَحَ اللهُ عَلَيْكَ الطَّائِفَ فَعَلَيْكَ بِابْنَةِ غَيْلاَنَ فَإِنَّهَا تُقْبِلُ بِأَرْبَعٍ وَتُدْبِرُ بِثَمَانٍ.فَسَمِعَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا عَدُوَّ اللهِ! لَقَدْ غَلْغَلْتَ النَّظَرَ فِيهَا. ثُمَّ قَالَ ِلأُمِّ سَلَمَةَ: لاَ يَدْخُلَنَّ هذا عَلَيْكِ 
Bahwasanya seorang banci (laki-laki yang menyerupai perempuan) selalu masuk kepada keluarga Rasulullah saw (isteri-isterinya). Mereka menganggapnya seorang yang tidak mempunyai keinginan kepada wanita (Ulul Irbah). Lalu Nabi saw. masuk ke rumah Ummu Salamah, yang ketika itu ada seorang banci dan saudaranya (Abdullah bin umayyah.) Pada saat itu si banci sedang berkata kepada Abdullah,’hai Abdullah! Jika Allah menakdirkan kamu masuk kota Thaif, hendaklah kamu mengambil puteri Ghailan, karena sesungguhnya perempuan itu dapat menjamin kamu (berhubungan) dari muka empat kali dan dari belakang empat kali. Mendengar perkataan itu, Rasulullah bersabda,”Hai Musuh Allah! Sungguh enkau telah mengetahui dengan sedalam-dalam tentang perempuan itu. Kemudian beliau bersabda kepada Ummu Salamah,’Janganlah sekali-kali orang ini masuk ke (rumah)mu”.
Perempuan Muslim di hadapan Non Muslim
قَالَ عُبَادَةُ بْنُ نُسَيٍّ: كَتَبَ عُمَرَ إِلَى أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَاحِ أَنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ نِسَاءَ أَهْلِ الذِّمَّةِ يَدْخُلْنَ الْحَمَامَاتِ مَعَ نِسَاءِ الْمُسْلِمِينَ فَامْنَعْ مِنْ ذلِكَ وَحَلَّ دُوْنَهُ فَإِنَّهُ لاَيَجُوزُ أَنْ تَرَى الذِّمِّيَّةُ عِرْيَةَ الْمُسْلِمَةِ. تفسير الصابوني و القرطبي
Ubadah bin Nusayy berkata,”Umar telah menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarah, bahwa perempuan-perempuan Ahludz-Dzimmah (kafir yang ada perlindungan Islam) masuk ke tempat mandi bersama perempuan-perempuan muslimah! Cegahlah mereka agar tidak berbuat seperti itu dan halal selain itu., karena sesungguhnya perempuan kafir tidak boleh melihat aurat perempuan muslimah. Tafsir Ash-Shobunu, II:161 dan Al-Qurthubi, XII:233
Perempuan Safar
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ؟ فَقَالَ: اُخْرُجْ مَعَهَا. رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Abbas, ia berkata,”Nabi saw. bersabda,’Janganlah perempuan safar kecuali bersama mahromnya, dan tidak boleh seorang laki-laki menemuinya kecuali bersama perempuan ada mahromnya. Seseorang bertanya,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak pergi berperang anu dan perang anu sedang isteriku akan ibadah haji? Maka beliau menjawab,’Pergilah kamu (beribadah haji) bersama isterimu”. H.r Al-Bukhari dan Muslim
Perempuan Memakai Cemara
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: زَجَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا. رواه مسلم
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata”NAbi saw. melarang perempuan menyambung sesuatu pada rambutnya”. H.r. Muslim
قَالَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ: قَدِمَ مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ الْمَدِينَةَ ...فَخَطَبَنَا فَأَخْرَجَ كُبَّةً مِنْ شَعَرٍ فَقَالَ: مَا كُنْتُ أُرَى أَنَّ أَحَدًا يَفْعَلُ هَذَا غَيْرَ الْيَهُودِ. وَإِنَّ النَّبِيَّسَمَّاهُ الزُّورَ يَعْنِي الْوِصَالَ فِي الشَّعَرِ. رواه البخاري ومسلم
Said bin Al-Musayyab berkata,”Muawiyah bin Abu Sufyan pernah datang ke Madinah...Lalu ia mengkhutbahi kami terus mengeluarkan secekak rambut, seraya berkata,’Aku tidak pernah melihat seorang yang berbuat seperti ini (memakai cemara) selain Yahudi. Sesungguhnya NAbi saw. menamai pamakainya itu az-zur (pemalsu/penipu), yaitu perempuan yang menyambung sesuatu pada rambutnya”. H.r . Al-Bukhari dan Muslim 
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ جَارِيَةً مِنَ اْلأَنْصَارِ تَزَوَّجَتْ وَأَنَّهَا مَرِضَتْ فَتَمَعَّطَ شَعَرُهَا فَأَرَادُوا أَنْ يَصِلُوهَا فَسَأَلُوا النَّبِيَّ فَقَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ. رواه البخاري
Dari Aisah,”Bahwasanya seorang perempuan Anshar telah menikah, sedang ia sakit lalu rambutnya rontok. Kemudian keluarganya hendak menyambungnya, tapi mereka bertanya dahulu kepada NAbi saw. beliau bersabda,’Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang minta disambung rambutnya”. H.r. Al-Bukhari
Perempuan Memakai Tato, Menggunduli Rambut, Mencukur habis Alis dan Mengikir Gigi
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ. رواه البخاري
Dari Ibnu Umar,”Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,’Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung, perempuan yang bertato dan minta ditato”. Al-Bukhari
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ أَنْ تَحْلِقَ الْمَرْأَةُ رَأْسَهَا. رواه النسائي والترمذي
Dari Ali, ia berkata,”Rasulullah saw. melarang perempuan mencukur habis rambutnya”. H.r. An-Nasai dan At-Tirmidzi
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ :...سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنِ النَّامِصَةِ وَالْوَاشِرَةِ...رواه أحمد ومسلم
Dari Ibnu Masud, ia berkata,’...Aku mendengar Rasulullah saw. melarang perempuan yang mencukur habis alis dan mengikir gigi”. H.r. Ahmad dan Muslim

Keutamaan Dan Manfaat Shalat Dhuha

Banyak yang belum memahami keutamaan shalat yang satu ini. Ternyata shalat Dhuha bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Sha...